Selasa, 29 Mei 2012

Mengubur Ari-ari Bayi

Mengubur Ari-ari Bayi


Kata orang tua, tempat mengubur ari ari itu harus diberi lampu biar anaknya terang hatinya. bahkan ada yang ngasih cabai biaranaknya jadi pemberani. bagaimana hukum semua itu…..? terimakasih.
From : syafi’i ima < syafii_ima@yahoo.co.id
menjawab :
Ari-ari bayi yaitu tempat janin selama dalam kandungan bukanlah termasuk bagian tubuh dari bayi dan juga bukan bagian dari ibu si bayi, sehingga tidak ada kewajiban sama sekali dalam hal memandikan atau menguburnya. Oleh karena itu, diperbolehkan untuk tidak dikubur bahkan dibuang sekalipun (selama tidak mengganggu orang lain).
Adapun berkeyakinan dengan memberi lampu dapat menerangi hati si bayi atau dengan memberi cabai dapat menjadikan si bayi pemberani, hukumnya haram bahkan dapat menyebabkan kesyirikan jikameyakini lampu dan cabai itu yang memberikan pengaruh bukan Allah, – wal ‘iyadzu billah min dzalik-.
حواشي الشرواني – (ج 3 / ص 161(
قوله: (ولو ما يقطع للختان) فرع هل المشيمة جزء من الام أو من المولود حتى إذا مات أحدهما عقب انفصالها كان لها حكم الجزء المنفصل من الميت فيجب دفنها وإذا وجدت وحدها وجب تجهيزها والصلاة عليها كبقية الاجزاء أو لانها لا تعد من أجزاء واحد منهما خصوصا المولود فيه نظر فليتأمل سم على المنهج أقول الظاهر أنه لا يجبفيها شئ ع ش عبارة البجيرمي أما المشيمة المسماة بالخلاص التي تقطع من الولد فهيجزء منه وأما المشيمة التي فيها الولد فليست جزأ من الام ولا من الولد قليوبي وبرماوي اه .
حاشية الجمل – (ج 7 / ص 143(
وَعِبَارَةُ الْبِرْمَاوِيِّ أَمَّا الْمَشِيمَةُ الْمُسَمَّاةُ بِالْخَلَاصِ فَكَالْجُزْءِ ؛ لِأَنَّهَا تُقْطَعُ مِنْ الْوَلَدِ فَهِيَ جُزْءٌ مِنْهُ وَأَمَّا الْمَشِيمَةُ الَّتِي فِيهَا الْوَلَدُ ، فَلَيْسَتْ جُزْءًا مِنْ الْأُمِّ وَلَا مِنْ الْوَلَدِ انْتَهَتْ .
حاشية البجيرمي على الخطيب – (ج 3 / ص 245(
وَالْمَشِيمَةُ الْخَارِجَةُ مَعَ الْوَلَدِ طَاهِرَةٌ وَهَلْ هِيَ جُزْءٌ مِنْ الْأُمِّ أَوْ مِنْ الْوَلَدِ وَيَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ إذَا مَاتَ أَحَدُهُمَا يَجِبُ دَفْنُهَا مَعَهُ ، وَتَصِحُّ الصَّلَاةُ عَلَيْهَا وَغُسْلُهَا وَتَكْفِينُهَا وَمُوَارَاتُهَا فِيهِ نَظَرٌ ا هـ رَحْمَانِيٌّ .
حاشيتا قليوبي – وعميرة – (ج 4 / ص 407(
أَمَّا الْمَشِيمَةُ الَّتِي فِيهَا الْوَلَدُ فَلَيْسَتْ جُزْءًا مِنْ الْأُمِّ وَلَا مِنْ الْوَلَدِ انْتَهَى .
الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 3 / ص 70)
بَ ابُ صَلَاةِ الِاسْتِسْقَاءِ ( وَسُئِلَ ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا قَوْلُ مَنْ يَقُولُ بِسَعْدِ الْمَنَازِلِ وَبِحُسْنِهَا وَمَا يَكُونُ جَوَابُ مَنْ يُسْأَلُ عَنْ يَوْمِ كَذَا يَصْلُحُ لِنَقْلَةٍ أَوْ تَزْوِيجٍ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ : مَنْأَضَافَ التَّأْثِيرَ إلَى الْمَنَازِلِ أَوْ الْكَوَاكِبِ أَوْ الْبُرُوجِ أَوْ الْأَيَّامِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ حَيْثُ إنَّ اللَّهَ أَجْرَى عَادَتَهُ الْإِلَهِيَّةِ بِوُقُوعِ ذَلِكَ الْأَمْرِ عِنْدَ ذَلِكَ الشَّيْءِ لَمْ يَحْرُمْ عَلَيْهِ بَلْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ وَإِنْ أَرَادَ أَنَّ نَحْوَ الْمَنْزِلِ أَوْ الْكَوْكَبِ مُؤَثِّرٌ بِنَفْسِهِ كَفَرَ وَأَصْلُ ذَلِكَ مَا قَالَهُ الْأَئِمَّةُ فِيمَنْ يَقُولُ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا فَعُلِمَ أَنَّ مَنْ سُئِلَ عَنْ يَوْمٍ يَصْلُحُ لِنَحْوِ نَقْلَةٍ.يَنْبَغِي أَنْ لَا يُجِيبَ بِشَيْءٍ مِنْ حَيْثُ الْيَوْمُ بَلْ يَأْمُرُ بِالِاسْتِخَارَةِ وَالْفِعْلِ بَعْدَهَا إنْ انْشَرَحَ لَهُ الصَّدْرُ لِأَنَّ هَذَا هُوَ السُّنَّةُ وَخِلَافُ الْمَأْلُوفِ مِنْ الْجَهَلَةِ الْمُشْتَغِلِينَ بِمَا لَا يَحِلُّ مِنْ عِلْمِ الرَّمْلِ وَأَمْثَالِهِ هُوَ الْبِدْعَةُ الْقَبِيحَةُ الْمُحَرَّمَةُ .
Posted in: Uncategorized
8 Responses to Mengubur Ari-ari Bayi
Bawal says:
February 10, 2010 at 2:03 am
Alhamdulillah
Masalah ini saya tanyakan juga di….yang menghukum adzan dan iqomah bagi bayi yang baru di lahirkan tapi ngak pernah di jawab
Reply
Baaboed says:
February 11, 2010 at 2:55 pm
Sbtulx klo memang lampu itu bisa membuat hati bayi menjadi terang g usa pakek lampu yg lima wat… Tp skalian pakek lampu merkuri… Biar tamba terang skali
Reply
den bagus says:
March 22, 2010 at 8:10 pm
mantap penjelasannya karena yg menjawab bukan terlahir dr sang ibu jd sama sekali tdk menghargai semua itu,bagus-bagus jawaban yg sangat tdk manusiawi
Reply
husin says:
November 4, 2010 at 10:07 pm
assalamualaikum ustd, saya mau tanya , apakah mengadzani bayi yg baru lahir itu, si bayi itu dimandikan dulu biar bersih dari darah baru kemudian di adzani atau langsung diadzani walaupun ada darahnya? Sukron.
Reply
forsan salaf says:
November 6, 2010 at 7:14 pm
@husin,wa’alaikumsalam.
mengadzani bayi disunnahkan segera setelah bayi dilahirkan,agar kalimat pertama yang didengar oleh bayi adalah kalimat takbir dan tauhid.
Reply
hafidz- says:
November 21, 2010 at 10:57 am
apa bener tuch author? hadistnya mana ? shahih nda ? bukannya yang pertama di denger bayi suara dokter / suster ” anaknya sudah keluar alhamdullilah”?? atau ga pernah punya anak jadi asal aja nulisnya?? yang SHAHIH DI TAHNIK, DARI BUKHARI DAN MUSLIM
Reply
forsan salaf says:
November 21, 2010 at 1:00 pm
@ hafidz, Kesunahan dalam mengdzani bayi yang baru lahir adalah berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Baihaqi dan banyak lagi lainnya yaitu :
عن عبيد الله بن أبي رافع عن أبيه قال : رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم أذن في أذن الحسن بن علي حين ولدته فاطمة بالصلاة .
Dari Ubaidillah bin Abi Rofi’ dari ayahnya berkata :” Aku melihat Rasulullah SAW adzan di telingannya syd Hasan ketika dilahirkan oleh sydt Fatimah dengan adzan shalat “.
Hadits ini dinyatakan oleh Imam Abu Isa derajatnya hasan – Shohih

Senin, 21 Mei 2012

Hukum Wanita Bekerja di Luar Rumah dan Gaji yang diperolehnya

Menebar sunnah yang shahih dengan berdakwah, dan belajar meniti jejak para salafush shalih

Hukum Wanita Bekerja di Luar Rumahdan Gaji yang diperolehnya
Memenuhi permintaan sobat ukhti Dhanaarsega untuk memposting hukum wanita Muslimah yang bekerja diluar, kali ini saya tambahkan pula mengenai gaji yang diperoleh, sebenarnya dulu saya pernah posting mengenai bolehkah suami memakan atau memakai gaji istri
Banyak persoalan yang dialami oleh kaum wanita di abad modern ini, oleh karena tidak lah mudah untuk mengaplikasikan konsep-konsep kaum wanita terima di majelis ilmu and be perfect sebagai seorang muslimah. Terutama bagi kaum wanita yang sudah sampai merambah perguruan tinggi kemudian lulus serta dihadapkan pada kenyataan harus bekerjaatau mencari nafkah. Jangan lah berputus asa wahai ukhti, tidak semua wanita mulus jalannya, setelah kelar study-nya kemudian ada pria sholeh yang melamarnya dan siap menempatkannya dalam istana dan ketenangan rumah tangganya.
Tidak semua wanita setelah menikah tinggal di bawah perlindungan seorang suami yang kokoh bangunan rumah tangga dan ekonominya. Dan tidak semua wanita memiliki orang tua yang siap men-supportnya dalam kondisi apapun yang dialaminya. Bagi ikhwah yang mengalami banyak hal-hal sulit dan harus berjuang dalam hidupnya, jangan lah runtuh semangatnya, cobaan adalah ujian keimanan bagi kita umat islam, wujud cinta dari Rabb kita. Di bawah ini ada beberapa fatwa Syaikh Bin Baz tentang hukum bekerja bagi wanita juga kedudukan gaji yang diperolehnya. Semoga bermanfaat bagi ukhti sekaliyan, dan menjadikan kita selalu berjalan diataskoridor ilmu, menggigit erat-erat sunnah, dan berjalan semampu kita, se-idealis yang bisa kita kerjakan. Wallohu a'lam.
Syaikh Bin Baz ditanya tentang apa hukumbekerja bagi seorang wanita dan apa lapangan pekerjaan yang dibolehkan bagi seorang wanita. Beliau pun menjawab sebagai berikut:
Tidak seorang pun ulama yang melarang kaum wanita untuk bekerja mencari uang.Perbedaan pendapat hanya terjadi mengenai lapangan pekerjaan apa yang boleh untuk dirambah oleh kaum wanita. Penjelasannya adalah bahwa seorang wanita memiliki tanggung jawab menyelesaikan beberapa tugas rumah tangga dalam keluarganya seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan semua jenis bantuan yang bisa ia lakukan untuk rumah tangga dan keluarganya.
Adapun untuk lapangan pekerjaan di luar rumah yang diperbolehkan bagi kaum wanita adalah seperti menjadi seorang guru dan pedagang. Sebagai contoh kerja di pabrik jahit atau lapangan pekerjaan lain yang tidak membawa terbukanya maksiyat yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, seperti berduaan di tempat kerja dengan laki-laki asing, atau bercampur di tempat kerja dengan laki-laki yang bukan mahram-nya (ikhtilat), karena besar kemungkinannya hal ini akan melahirkan fitnah bagi dirinyadan rumah tangganya. Pekerjaan lain yang membuat dirinya lalai melakukan tugas rumah tangganya (tanpa menunjuk seseorang untuk mengurusnya/pembantu atau saudara) juga dilarang dalam agama. Bekerja (Pekerjaan) tanpa izin keluarga dan atau suaminya juga larangan dalam agama islam (1)
Beberapa Kesimpulan yang bisa diambil:
1. Kewajiban utama wanita adalah dirumahnya dan tetap dirumahnya, menjalankan segala aktivitas rumah tangganya. Itu adalah keutamaan yang tidak bisa dibeli dan dibandingkan dengan kesuksesan karirnya di luar rumah, begitu banyak hadist dan sunnah rasulullah menjelaskan tentang keutamaan dan kedudukan kaum wanita di dalam rumahnya.
2. Kewajiban dan keutamaan diatas menjadikan pertimbangan utama bagi kaum wanita ketika memutuskan untuk bekerja diluar rumahnya.
3. Cukup dan tidaknya penghasilan suami adalah tergantung pada bagaimana setiapdiri muslim bersikap wara' dan zuhud terhadap dunia. Ilmu dan agama lah yang menjadi filternya. Hal ini juga pertimbangan tambahan untuk wanita bila memutuskan bekerja.
4. Bekerja boleh bagi wanita, hanya saja harus ada syarat-syarat syar'i yang harus dipenuhi seperti penjelasan Syaikh Bin Baz rahimahullahu ta'ala diatas. Adapun jika dihubungkan dengan kondisi Indonesia yang serba penuh dengan ikhtilat, di sekolah, kampus, perkantoran, pasar dan perdagangan. Wallahu a'lam bi shawwab. Hal ini menjadi PR dan bahan renungan bagi kita semua kaum wanita. Wanita yang sholeh dan cerdas adalah wanita yang tahu apa-apa yang dibutuhkannya bagi dunia dan terutama akhiratnya. Mengenali diri pribadi dan potensi diri, dengan pembekalan ilmu dan agama yangcukup sangat dibutuhkan bagi kaum wanita untuk tetap tegar, bersabar dalam kehidupan, wara' dan memilih serta mencari yang terbaik bagi dirinya dan agamanya.
(1) Fatwa no. 4167 tanggal 11/11/1401 H
Syaikh Bin Baz ditanya apa hukumnya menggunakan gaji wanita yang bekerja di luar rumahnya, bagaimana halnya jika penampilannya waktu pergi bekerja seperti dandanan orang jahiliyah atau membuka aurat (tabaruj). Demikian pula bagaimana hukumnya memberi uang beasiswa pada mahasiswi yang belajar di perguruan tinggi sedangkan ia ke kampus dengan dandanan seperti orang jahiliyah (tabaruj)?
Jawaban beliau:
Pertama, hukum asalnya, seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali atas izin suaminya (bagi yang sudah menikah). Bilasuaminya telah mengizinkan, maka ia boleh keluar dengan dandanan yang tidak mengundang kaum laki-laki untuk tertarikmelihatnya, ia mesti memakai hijab syar'i dan tidak tabarruj (1). Seperti larangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Qs. Al-Ahzab:33)
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَ

Seputar hukum wanita bekerja di luar rumah part.3

juga sabda Rasul - shallallahu alaihi wasallam - “Ingatlah kepada Allah ketika dalam kemudahan, niscaya Allah akan mengingatmu ketika dalam kesusahan!” (HR. Ahmad, dan di-shahih-kan oleh Albani), dan juga sabdanya:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ (رواه أحمد وقال الألباني: سندهصحيح على شرط مسلم)
“ Sungguh kamu tidak meninggalkan sesuatu karena takwamu kepada Alloh azza wajall, melainkan Alloh pasti akan memberimu ganti yang lebih baik darinya ” (HR. Ahmad, dan di-shahih-kan oleh Albani).
Terakhir : Kadang terbetik dalam benak kita, mengapa Islam terkesan mengekang wanita?!
Inilah doktrin yang selama ini sering dijejalkan para musuh Islam, mereka menyuarakan pembebasan wanita, padahal dibalik itu mereka ingin menjadikan para wanita sebagai obyek nafsunya, mereka ingin bebas menikmati keindahan wanita, dengan lebih dahulu menurunkan martabatnya, mereka ingin merusak wanita yang teguh dengan agamanya agar mau mempertontonkan auratnya, sebagaimana mereka telah merusak kaum wanita mereka.
Lihatlah kaum wanita di negara-negara barat, meski ada yang terlihat mencapai posisi yang tinggi dan dihormati, tapi kebanyakan mereka dijadikan sebagai obyek dagangan hingga harus menjual kehormatan mereka, penghias motor dan mobil dalam lomba balap, penghias barang dagangan, pemoles iklan-iklan di berbagai media informasi, dll. Wanita mereka dituntut untuk berkarir padahal itubukan kewajiban mereka, sehingga menelantarkan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka. Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya, dan diantara langkah awal menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita-dengan berbagai cara- agar mau keluar dari rumah mereka.
Cobalah lihat secuil pengakuan orang baratsendiri, tentang sebab rusaknya tatanan masyarakat mereka berikut ini:
Lord Byron: “Andai para pembaca mau melihat keadaan wanita di zaman yunani kuno, tentu anda akan dapati mereka dalam kondisi yang dipaksakan dan menyelisihi fitrahnya, dan tentunya anda akan sepakat denganku, tentang wajibnya menyibukkan wanita dengan tugas-tugas dalam rumah, dibarengi dengan perbaikan gizi dan pakaiannya, dan wajibnya melarang mereka untuk campur dengan laki-laki lain”.
Samuel Smills: “Sungguh aturan yang menyuruh wanita untuk berkarir di tempat-tempat kerja, meski banyak menghasilkan kekayaan untuk negara, tapiakhirnya justru menghancurkan kehidupan rumah tangga, karena hal itu merusak tatanan rumah tangga, merobohkan sendi-sendi keluarga, dan merangsek hubungan sosial kemasyarakatan, karena hal itu jelasakan menjauhkan istri dari suaminya, dan menjauhkan anak-anaknya dari kerabatnya, hingga pada keadaan tertentu tidak ada hasilnya kecuali merendahkan moral wanita, karena tugas hakiki wanita adalah mengurus tugas rumah tangganya…”.
Dr. Iidaylin: “Sesungguhnya sebab terjadinya krisis rumah tangga di Amerika, dan rahasia dari banyak kejahatan di masyarakat, adalah karena istri meninggalkan rumahnya untuk meningkatkan penghasilan keluarga, hingga meningkatlah penghasilan, tapi di sisi lain tingkat akhlak malah menurun… Sungguh pengalaman membuktikan bahwakembalinya wanita ke lingkungan (keluarga)-nya adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan generasi baru dari kemerosotan yang mereka alami sekarang ini”. (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz , jilid 1, hal: 425-426)
Lihatlah, bagaimana mereka yang obyektif mengakui imbas buruk dari keluarnya wanita dari rumah untuk berkarir… Sungguh Islam merupakan aturan dan syariat yang paling tepat untuk manusia, Aturan itu bukan untuk mengekang, tapi untuk mengatur jalan hidup manusia, menuju perbaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat… Islam dan pemeluknya, ibarat terapi dan tubuh manusia, Islam akan memperbaiki keadaan pemeluknya, sebagaimana terapi akan memperbaiki tubuh manusia… Islam dan pemeluknya, ibarat UU dan penduduk suatu negeri, Islam mengatur dan menertibkan kehidupan manusia, sebagaimana UU juga bertujuan demikian…
Jadi Islam tidak mengekang wanita, tapi mengatur wanita agar hidupnya menjadi baik, selamat, tentram, dan bahagia dunia akhirat. Begitulah cara Islam menghormatiwanita, menjauhkan mereka dari pekerjaan yang memberatkan mereka, menghidarkan mereka dari bahaya yang banyak mengancam mereka di luar rumah,dan menjaga kehormatan mereka dari niatjahat orang yang hidup di sekitarnya…
Sekian jawaban kami, wallahu a’lam semoga bermanfaat dan bisa dimengerti. wassalam.

Hukum Wanita yang bekerja di luar rumah

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“ Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu “ (QS. At-Taubah:105)
Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Alloh berfirman (yang artinya):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian ” (QS. An-Nisa:29),
Perintah ini berlaku umum, baik pria maupun wanita.
AKAN TETAPI , wajib diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya, hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah dan kemungkaran. Dalam pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan tidak menimbulkan fitnah.Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan menjauh dari sumber-sumber fitnah.
Karena itu, jual beli antara mereka bila dipisahkan dengan pria itu boleh, begitu pula dalam pekerjaan mereka. Yang wanitaboleh bekerja sebagai dokter, perawat, danpengajar khusus untuk wanita, yang pria juga boleh bekerja sebagai dokter dan pengajar khusus untuk pria. Adapun bila wanita menjadi dokter atau perawat untukpria, sebaliknya pria menjadi dokter atau perawat untuk wanita, maka praktek seperti ini tidak dibolehkan oleh syariat, karena adanya fitnah dan kerusakan di dalamnya.
Bolehnya bekerja, harus dengan syarat tidak membahayakan agama dan kehormatan, baik untuk wanita maupun pria. Pekerjaan wanita harus bebas dari hal-hal yang membahayakan agama dan kehormatannya, serta tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan moral pada pria. Begitu pula pekerjaan pria harus tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan bagi kaum wanita.
Hendaklah kaum pria dan wanita itu masing-masing bekerja dengan cara yang baik, tidak saling membahayakan antara satu dengan yang lainnya, serta tidak membahayakan masyarakatnya.
Kecuali dalam keadaan darurat, jika situasinya mendesak seorang pria boleh mengurusi wanita, misalnya pria boleh mengobati wanita karena tidak adanya wanita yang bisa mengobatinya, begitu pula sebaliknya. Tentunya dengan tetap berusaha menjauhi sumber-sumber fitnah, seperti menyendiri, membuka aurat, dll yang bisa menimbulkan fitnah. Ini merupakan pengecualian (hanya boleh dilakukan jika keadaannya darurat). (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz , jilid 28, hal: 103-109)
Keempat : Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
2. Harus dengan izin suaminya, karena istriwajib mentaati suaminya.
3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
4. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.
5. Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungankerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
6. Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dll.
Kelima : Jawaban pertanyaan anda sangat bergantung dengan pekerjaan dan keadaananda.
Apa suami mengijinkan anda untuk bekerja? Apa pekerjaan anda tidak mengganggu tugas utama anda dalam rumah? Apa tidak ada pekerjaan yang bisa dikerjakan dalam rumah? Jika lingkungan kerja anda sekarang keadaannya ikhtilat (campur antara pria dan wanita), apa tidak ada pekerjaan lain yang lingkungannya tidak ikhtilat? Jika tidak ada, apa anda sudah dalam kondisi darurat, sehingga apabila anda tidak bekerja itu, anda akan terancam hidupnya atau paling tidak hidup anda akan terasa berat sekali bila anda tidak bekerja? Jika memang demikian, sudahkah anda menerapkan adab-adab islami ketika anda keluar rumah? InsyaAllah dengan uraian kami di atas, anda bisa menjawab sendiri pertanyaan anda.
Memang, seringkali kita butuh waktu dan step by step dalam menerapkan syariat dalam kehidupan kita, tapi peganglah terus firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“ Bertaqwalah kepada Alloh semampumu! ” (QS. At-Taghabun:16)
dan firman-Nya (yang artinya):
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“ Jika tekadmu sudah bulat, maka tawakkal-lah kepada Alloh! ” (QS. Al Imran:159),
Hukum Wanita yang Bekerja di Luar Rumah
dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya, hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah dan kemungkaran. Dalam pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan tidak menimbulkan fitnah.Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan menjauh dari sumber-sumber fitnah
*****
Pertanyaan:
Saya ibu dengan satu bayi putri. Saya bekerja sebagai PNS di Depdiknas. Mohon nasihatnya, setelah saya belajar Islam dengan manhaj Salaful ummah ini, timbul dilema antara melanjutkan karir atau mempersiapkan diri untuk keluar dari pekerjaan dan menjadi ibu yang full time dirumah. Masalahnya adalah saya kurang pandai bekerja di rumah, sekarang ini walau tak ada pembantu saya masih bisa mengurus rumah walaupun seadanya.
Khawatirnya jika saya tetap bekerja, akan bertentangan dengan surat Al Ahzab ayat 33 bahwa tempat wanita adalah rumahnya. Mohon nasihatnya ustadz, agar ana ikhlas bekerja tanpa pembantu dan mendapatkan yang lebih baik dari sekadar khadimat dengan dzikir sebelum tidur. Namun, bolehkah saya punya khadimat ya ustadz masalahnya jadi ada non-mahram di rumah kami. Jazaakumullah Khair wa Barakallahu fikum , Wassallam
Neneng
Alamat: Jakarta Selatan
Email: nenengtxxxxx@yahoo.com
Ustadz Musyaffa Ad Darini,Lc. menjawab:
Bismillah, walhamdulillah wash shalatu wassalamu ala rasulillah, wa’ala alihi washahbihi wa man waalah, amma ba’du .
Semoga Allah mencurahkan rahmat, berkah dan taufiq-Nya kepada anda, karena semangat anda menetapi manhaj yang lurus ini, Amin. Agar lebih fokus dan mudah dipahami, jawaban pertanyaan anda kami jabarkan dalam poin-poin berikut ini:
Pertama : Islam adalah syariat yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta Manusia, hanya Dia-lah yang maha mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang maha tahu mana yang baik dan memperbaiki hamba-Nya, serta mana yang buruk dan membahayakan mereka. Oleh karena itu, Islam menjadi aturan hidup manusia yang paling baik, paling lengkap dan paling mulia, Hanya Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan dunia akhirat. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“ Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rosul apabila dia menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu “. (QS. Al-Anfal: 24).
Allah adalah Dzat yang maha pengasih, maha penyayang dan terus mengurusi makhluk-Nya, oleh karena itu Dia takkan membiarkan makhluknya sia-sia, Allah berfirman:
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
“ Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa ada perintah, larangan dan pertanggung-jawaban)?! ” (QS. Al-Qiyamah:36, lihat tafsir Ibnu Katsir 8/283).
Oleh karena itulah, Allah menurunkan syariat-Nya, dan mengharuskan manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan, tidak lain agar kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih maju, lebih mulia, dan lebih bahagia di dunia dan di akhirat.
Kedua : Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segalaurusan dalam rumah.
Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“ Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka ” (QS. An-Nisa: 34).
Begitu pula firman-Nya:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“ Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian ” (QS. Al-Ahzab:33).
Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya.
Ketiga : Bolehkah wanita bekerja?
Memang bekerja adalah kewajiban seorangsuami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.

Sabtu, 19 Mei 2012

Tertawa sejenak

Indonesia : Kementerian Agama,
Melaysia : Kementerian Tak Berdosa (heloo…)
Indonesia : Angkatan Darat,
Melaysia : Laskar Hentak-Hentak Bumi (ga asik bgt ya)
Indonesia : Angkatan Udara,
Melaysia : Laskar Angin-Angin (untung ga laskar pelangi atau laskar kentut)
Indonesia : Pasukaaan bubar jalan !!
Melaysia : Pasukaaan cerai berai !! (talak aja sekalian)
Indonesia : Merayap
Melaysia : Bersetubuh dengan bumi (apa rasanya bersetubuh dengan bumi)
Indonesia : Rumah sakit bersalin,
Melaysia : Hospital korban lelaki (asli NGAKAK tp bener sih)
Indonesia : Belok kiri, belok kanan,
Melaysia : Pusing kiri, pusing kanan (minum bodrex makanya)
Indonesia : Departemen Pertanian
Melaysia : Departemen Cucuk Tanam (yuukmariii ke mabes nyucuk tanam kakakaka)
Indonesia : Gratis bicara 30 menit,
Melaysia : Percuma berbual 30 minit (suka2 gue dong)
Indonesia : Satpam/sekuriti,
Melaysia : Penunggu Maling (ngarep banget dimalingin ya ampe ditungguin)
Indonesia : Tank
Melaysia : Kereta Kebal (lo kira dari bantenkale ahh..)
Indonesia : Kedatangan,
Melaysia : Ketibaan (ketiban sial ? apa ketiban martil ?)
Indonesia : Rumah sakit jiwa,
Melaysia : Gubuk gila (udah gubuk, gila lagi.. Kasian banget deh..X_X)
Indonesia : Dokter ahli jiwa,
Melaysia : Dokter gila (ada ya yg mw disebut dokter gila ?Wkwkwk..)
Indonesia : Hantu pocong,
Melaysia : Hantu Bungkus (pesen atu dong bang, dibungkus)
Indonesia : Toilet,
Melaysia: Bilik Merenung (ampun deh..sekalian aja gan..)
Indonesia : Traktor,
Melaysia : Setrika Bumi. (segede apaan yakstrikanya?)
Indonesia : Joystick,
Melaysia : Batang senang (maksud lo? batang Happy?)
Indonesia : Tidur siang,
Melaysia : Petang telentang (berarti lw tidur malem “gelap tengkurep”)
Indonesia : push up
Melaysia : perkosa bumi (waaah… nafsu amet)
—————————–