Umar bin Abdul Aziz berkata :
"Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu (Salafus Shalih) itu berhenti di atas dasar ilmu dengan bashirah yang tajam (menembus) mereka, menahan (dirinya), dan mereka lebih mampu dalam membahas sesuatu jika mereka ingin membahasnya." (Bayan Fadlli Ilmis Salaf 38)
Ibnu Rajab berkata :
"Dan sungguh orang yang datang belakangan lebih banyak terfitnah dalam perkara ini. Mereka menyangka bahwa orang yang banyak ucapannya, debatnya ataupun bantahannya dalam masalah agama adalah orang yang paling berilmu dibanding orang yang tidak seperti itu maka ini sesungguhnya benar-benar kebodohan yang murni, coba perhatikan para pembesar shahabat dan ulama mereka seperti Abu Bakr, Umar, Aly, Mu'adz, Ibnu Mas'ud, dan Zaid bin Tsabit radliyallahu anhum, bagaimana keadaan mereka padahal ucapan mereka lebih ringkas dari ucapan Ibnu Abbas dan mereka jelas lebih alim dibanding Ibnu Abbas. Begitu pula dengan para tabi'in, ucapan mereka lebih banyak daripada ucapan para shahabat sedangkan para shahabat lebih alim dibandingkan mereka juga para tabi'ut tabi'in, ucapan mereka lebih banyak daripada ucapan para tabi'in namun para tabi'in lebih alim (berilmu) dari mereka. Jadi jelaslah bahwa ilmu tidak diukur dengan banyaknya periwayatan apalagi pendapat akan tetapi ilmu itu adalah cahaya yang
diletakkan Allah di dalam hati seorang hamba sehingga ia dapat mengenal yang haq dan membedakannya dari yang bathil serta mampu menerangkan yang haq itu dengan ungkapan-ungkapan yang ringkas dan tepat menurut tujuannya."
Begitu pula para ulama Rabbani seperti Syaikh Al Allamah Abdul Aziz bin Baaz, Al Albani, Al Utsaimin, dan Syaikh Shalih Al Fauzan. Ucapan mereka lebih ringkas dibandingkan ucapan orang-orang yang menjuluki diri sendiri sebagai dai padahal mereka memenuhi isi kaset ceramah mereka dengan berbagai ungkapan yang panjang lebar (bertele-tele, pent.) sedangkan beliau-beliau ini jauh lebih alim daripada mereka.
Ibnu Rajab berkata :
[ Maka wajib diyakini bahwa tidaklah setiap orang yang luas pembahasan dan perkataannya dalam masalah ilmu lebih alim dari orang yang tidak demikian keadaannya. Dan sungguh kita pernah diuji dengan kebodohan sebagian manusia yang meyakini bahwa luasnya pembahasan orang-orang yang datang belakangan menunjukkan mereka lebih berilmu daripada orang-orang yang terdahulu. [Seperti ungkapan mereka : "Perkataan Khalaf (orang-orang yang datang belakangan itu lebih berhikmah (ahkam), berilmu (a'lam) dan lebih selamat (aslam). Tidakkah mereka tahu apa bedanya bintang tsurayya dan apa yang di bawah (tahta) ats tsara?? Setiap kebaikan (hanya) dengan mengikuti Salaf, pent.] ]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan madzhab Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya madzhab Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Al Fatawa 4/149)
(Sumber : kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Edisi Indonesia Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar